Sunday, June 14, 2020


Orang Ketiga Di Antara Kebutuhan dan Keinginan ! Siapakah Dia ?


Foto : kredidgogo.com
Pernahkah kalian terjebak oleh keinginan kalian sendiri saat membeli sesuatu yang sebenarnya tidak kalian butuhkan ?. Akhirnya banyak barang-barang menumpuk tidak terpakai, mubazir, dan tidak berguna ?. Itulah salah satu sebab jika kita salah membedakan antara kebutuhan dengan keinginan yang identik dengan sumber pemenuhan kebahagiaan. Alhasil kita menjadi tidak pandai mengatur keuangan dan lalai menjaga porsi konsumtif kita dalam memenuhi gaya hidup.
Menurut penelitian neurobiologi yang ada dalam buku The Willpower Instinct karya Kelly McGonigal, Ph.D, sebuah sistem penghargaan diri dengan melakukan percobaan pemenuhan keinginan-keinginan yang ada, memaksa kita untuk bertindak. Ketika otak mengenali kesempatan untuk suatu hadiah, dia melepaskan suatu neurotransmitter yang disebut dopamine. Ya, dia lah orang ketiga di antara kebutuhan dan keinginan yang berkecamuk dalam pikiran kita. Dopamine memberitahu otak apa yang harus diperhatikan dan apa yang harus dilakukan tangan serakah kita. Serbuan dopamine tidak menciptakan kebahagiaan, perasaannya lebih seperti sebuah gairah. Kita merasa waspada, terjaga, dan terpikat.kita menyadari kemungkinan merasa baik dan bersedia bekerja untuk perasaan itu.
Apa yang kita rasakan ketika sistem penghargaan menyala adalah sebuah antisipasi atas keinginan, bukannya kesenangan. Semua yang kita pikir akan membuat kita merasa baik akan memicu sistem penghargaan. Banjir dopamine memberi tanda objek baru dari keinginan ini sebagai hal penting untuk kelangsungan hidup kita. Ketika dopamine mengambil alih perhatian kita, pikiran kita menjadi berusaha untuk memperoleh atau mengulangi apapun yang memicunya.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengidentifikasi pemicu dopamine kita sendiri. Entah itu gaya hidup yang ingin seperti sosialita, pemburu diskon dan gila belanja, menaikkan prestise jika membeli brand tertentu dan sebagainya. Perhatikan apa yang menarik perhatian kita. Apa yang membebaskan janji hadiah dan menyebabkan kita ingin mencari kepuasan tertentu. Ketika dopamine dilepaskan oleh suatu janji hadiah, dia juga membuat kita lebih rentan terhadap godaan jenis lain. Tingginya kadar dopamine memperkuat iming-iming kepuasan segera dan sementara membuat kita kurang khawatir tentang konsekuensi jangka panjangnya.
Hal inilah yang sangat dimanfaatkan oleh orang marketing dalam sebuah perusahaan untuk memuluskan penjualan produk-produk mereka. Misalnya dengan mengemas resep dan iklan dengan lebih menarik, meletakkan barang dagangan yang paling menggoda di depan dan di tengah toko, menyediakan sampel makanan dan minuman gratis, memberi diskon dan promo, mengadakan cuci gudang, midnight sale dan sebagainya. Mereka menginginkan kita berbelanja di bawah pengaruh dopamine maksimum. Alih-alih menghemat pengeluaran karenanya, kita malah terjebak memboroskan anggaran belanja kita.
Jika kita berhenti sejenak dan memperhatikan apa yang terjadi di otak dan tubuh saat kita dalam kondisi menginginkan sesuatu, kita akan menemukan bahwa janji hadiah dari sebuah keinginan dapat menyebabkan stres sekaligus menyenangkan. Hal itu karena fungsi utama dopamine adalah membuat kita mengejar kebahagiaan, bukan membuat kita bahagia. Tidak keberatan menempatkan sedikit tekanan pada diri kita sendiri, bahkan jika itu berarti membuat kita tidak bahagia dalam prosesnya. Alangkah baiknya jika kita lebih bijak mengatur pengeluaran kita. Prioritaskan anggaran untuk kebutuhan kita dan mengusahakan agar keinginan yang tidak masuk akal dapat ditekan. Dengan demikian kita mampu menjadi generasi cerdas finansial J.


Sumber : McGonigal Ph.D, Kelly. 2013. The Willpower Instinct. Jakarta : Elex Media Komputindo.