Orang Ketiga Di Antara Kebutuhan dan
Keinginan ! Siapakah Dia ?
Foto : kredidgogo.com
Pernahkah
kalian terjebak oleh keinginan kalian sendiri saat membeli sesuatu yang
sebenarnya tidak kalian butuhkan ?. Akhirnya banyak barang-barang menumpuk
tidak terpakai, mubazir, dan tidak berguna ?. Itulah salah satu sebab jika kita
salah membedakan antara kebutuhan dengan keinginan yang identik dengan sumber
pemenuhan kebahagiaan. Alhasil kita menjadi tidak pandai mengatur keuangan dan
lalai menjaga porsi konsumtif kita dalam memenuhi gaya hidup.
Menurut
penelitian neurobiologi yang ada dalam buku The
Willpower Instinct karya Kelly McGonigal, Ph.D, sebuah sistem penghargaan
diri dengan melakukan percobaan pemenuhan keinginan-keinginan yang ada, memaksa
kita untuk bertindak. Ketika otak mengenali kesempatan untuk suatu hadiah, dia
melepaskan suatu neurotransmitter yang disebut dopamine. Ya, dia lah orang ketiga di antara kebutuhan dan
keinginan yang berkecamuk dalam pikiran kita. Dopamine memberitahu otak apa yang harus diperhatikan dan apa yang
harus dilakukan tangan serakah kita. Serbuan dopamine tidak menciptakan kebahagiaan, perasaannya lebih seperti
sebuah gairah. Kita merasa waspada, terjaga, dan terpikat.kita menyadari
kemungkinan merasa baik dan bersedia bekerja untuk perasaan itu.
Apa
yang kita rasakan ketika sistem penghargaan menyala adalah sebuah antisipasi
atas keinginan, bukannya kesenangan. Semua yang kita pikir akan membuat kita
merasa baik akan memicu sistem penghargaan. Banjir dopamine memberi tanda objek baru dari keinginan ini sebagai hal
penting untuk kelangsungan hidup kita. Ketika dopamine mengambil alih perhatian kita, pikiran kita menjadi
berusaha untuk memperoleh atau mengulangi apapun yang memicunya.
Oleh
karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengidentifikasi pemicu dopamine kita sendiri. Entah itu gaya
hidup yang ingin seperti sosialita, pemburu diskon dan gila belanja, menaikkan prestise jika membeli brand tertentu dan sebagainya.
Perhatikan apa yang menarik perhatian kita. Apa yang membebaskan janji hadiah
dan menyebabkan kita ingin mencari kepuasan tertentu. Ketika dopamine dilepaskan oleh suatu janji
hadiah, dia juga membuat kita lebih rentan terhadap godaan jenis lain.
Tingginya kadar dopamine memperkuat
iming-iming kepuasan segera dan sementara membuat kita kurang khawatir tentang
konsekuensi jangka panjangnya.
Hal
inilah yang sangat dimanfaatkan oleh orang marketing dalam sebuah perusahaan
untuk memuluskan penjualan produk-produk mereka. Misalnya dengan mengemas resep
dan iklan dengan lebih menarik, meletakkan barang dagangan yang paling menggoda
di depan dan di tengah toko, menyediakan sampel makanan dan minuman gratis,
memberi diskon dan promo, mengadakan cuci gudang, midnight sale dan sebagainya. Mereka menginginkan kita berbelanja
di bawah pengaruh dopamine maksimum. Alih-alih menghemat pengeluaran karenanya,
kita malah terjebak memboroskan anggaran belanja kita.
Jika
kita berhenti sejenak dan memperhatikan apa yang terjadi di otak dan tubuh saat
kita dalam kondisi menginginkan sesuatu, kita akan menemukan bahwa janji hadiah
dari sebuah keinginan dapat menyebabkan stres sekaligus menyenangkan. Hal itu
karena fungsi utama dopamine adalah
membuat kita mengejar kebahagiaan, bukan membuat kita bahagia. Tidak keberatan
menempatkan sedikit tekanan pada diri kita sendiri, bahkan jika itu berarti
membuat kita tidak bahagia dalam prosesnya. Alangkah baiknya jika kita lebih
bijak mengatur pengeluaran kita. Prioritaskan anggaran untuk kebutuhan kita dan
mengusahakan agar keinginan yang tidak masuk akal dapat ditekan. Dengan
demikian kita mampu menjadi generasi cerdas finansial J.
Sumber : McGonigal Ph.D, Kelly.
2013. The Willpower Instinct. Jakarta : Elex Media Komputindo.